Masa-masa sulit selama kurang lebih
setahun ini banyak sekali hal yang ternyata terlambat disyukuri. Sampai pada
akhirnya aku hijrah dari kotaku tercinta (baca: Cianjur) ke ibukota. Dan sampai
disana banyak kekagetan yang gak terduga, seperti lingkungan, teman-teman,
atmosfer udara, dan lain-lain.
“Sumpah ini salah, aku salah dalam
membaca petunjuk setelah shalat istikharah”
“Kenapa gak di Bandung aja, banyak
sodara, temen-temen dan masih daerah kekuasaan karena masih Jawa Barat”
“Yaelah gabisa bertingkah.”
“Di Bandung kan banyak yang ngambis
karena mereka pasti targetnya ITB.”
“Engga engga, pokonya pertengahan harus
mutasi ke Bandung.”
“Tapi aku gak mau mainstream, aku butuh lingkungan baru dan tantangan baru.”
“Oke, jalani dulu.”
Beberapa celotehan sendiri.
Dan hari pertama semua berjalan baik,
aku mulai beradaptasi dengan teman-teman dan beradaptasi dengan terik matahari
dikota ini.
Beberapa bulan setelah semuanya akrab,
aku mulai mengenal masing-masing kepribadian teman-temanku dan disinilah
syukurku ditingkatkan.
Saat kegiatan belajar seperti biasa
dilakukan dan selesai, kebanyakan teman-temanku langsung cabut alias pulang kerumah, disaat aku yang sedang
ngambis-ngambisnya, teman laki-lakiku sebut saja Fulan pamit.
“Eh Rai, gua mau balik ya!” sambil
menyodorkan tangannya
“Oh iya, hati-hati.” tanpa melihat dan
masih fokus dengan buku.
“Gua mau salam nih!” ketusnya.
“Oke, sorry bukan mahram hehe..”
*menghela nafas* “Yaelah, gua juga gak
nafsu kali sama lu!” ujarnya.
Deg, jawaban yang frontal, dan aku
menatap dia sinis,
“Oke jangan di frontalin dan jangan
banyak tingkah.” Ujarku dalam hati
Dari sini aku merasa selama aku ada
dilingkungan baik, aku sama sekali kurang dalam bersyukur. Punya teman-teman
yang mengingatkan pada Allah, mengingatkan kebaikan, kadang tak terlintas untuk
bersyukur padahal itu adalah nikmat terbesar yang sudah Allah berikan untukku,
berhijrah dari masa jahiliyah ke masa yang lebih baik, dan mungkin ini terguran
dari rasa syukurku yang kurang. Padahal selama beberapa tahun ini aku ada
dilingkaran ukhuwah RISMA (baca: ROHIS), HIROCI, dan Zahratunnida. Betapapun
Allah punya banyak cara untuk menyadarkan hambanya bersyukur :’)
Beberapa bulan disini, aku mendapatkan
lingkaran baru. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya aku mutasi liqo (baca:
mentoring). Dan aku ditempatkan di AS (Akhwatusshaliha), dan masyaa Allah kakak
mentornya alumni UI dan kebanyakan teman-teman dilingkaran ini adalah
kakak-kakak yang mungkin satu atau dua tahun diatasku dan rata-rata mereka
sudah kuliah. Dan untuk kali ini jangan kurang dalam bersyukur dan selalu
sempatkan buat liqo. Disini aku rehat dari atmosfer persaingan dunia, istirahat
dari mumetnya belajar, istirahat dari jenuhnya lingkungan Inten. Dan betapa
Allah maha baik sehingga menempatkan aku di lingkaran ini, ketika ingin tutup
telinga karena hanya nasihat dunia yang bisa didengar, disini nasihat akhirat
lebih ditekankan. Karena mungkin jika tidak dilingkungan ini, tak akan ada charger ruhiyah. Dan jika aku tidak ada
di kota terik ini mungkin penyesalan karena tidak bersyukur itu tak ada.
Alhamdulillah ala kulli hal.
Terkadang banyak hal yang terlambat untuk disyukuri, tetapi lebih
baik terlambat daripada tidak sama sekali. Dan ingatlah bahwa Allah selalu
punya cara terbaik untuk mengingatkan kita. Jadi, jangan lupa bersyukur! J
No comments:
Post a Comment